Kimiawan telah memberikan kontribusi penting dalam bidang biosensor. Biosensor adalah suatu alat yang mengenali target molekul dalam sampel dan menerjemahkan konsentrasi senyawa tersebut sebagai sinyal elektrik melalui kombinasi tepat dari sistem pengenalan dan transduser. Sebagai contoh, untuk mengetahui apakah terdapat oksigen dalam suatu tambang batu bara, satu hal mudah yang dapat dilakukan adalah menggunakan burung kanari. Sambung sebuah mikrofon ke kandang kanari tersebut kemudian kandang diturunkan ke dalam tambang batu bara. Jika memang terdapat oksigen maka burung kanari akan bernyanyi. Jika dianalogikan sebagai sebuah biosensor, maka oksigen adalah analit, burung kanari adalah sensor dan mikrofon adalah sebuah transduser. Dengan kombinasi ketiganya maka sebuah biosensor yang baik dapat diciptakan.
Kenapa biosensor? Contoh yang telah umum adalah deteksi insulin dan glukosa dalam darah menggunakan alat digital. Alat digital ini yang kemudian dapat dikembangkan menjadi alat medis. Sinyal elektrik yang dihasilkan dari konsentrasi dalam darah dapat disambungkan kepada suatu pompa insulin kecil yang menyediakan kadar insulin yang tepat untuk jumlah glukosa yang ada dalam darah. Jadi secara tidak langsung ini dapat menjadi sebuah pankreas artifisial. Pengembangan biosensor lah yang dapat memberikan suatu pengembangan pula terhadap alat alat penunjang kehidupan manusia lainnya yang sifatnya krusial. Namun pengembangan ini pulalah yang menjadi maslah, karena biosensor harus bersifat sangat spesifik terhadap suatu molekul substrat yang didesain untuk dideteksi, atau dalam kata lain, tidak bereaksi dengan molekul lainnya.
Terdapat banyak sekali jurnal penelitian yang berkisar tentang biosensor, dan mulai menjadi topik hangat penelitian di tahun-tahun sekarang. Namun ilustrasi yang tepat dapat diberikan oleh Tony James dan Christopher Cooper di Universitas Birmingham. Penelitian mereka adalah tentang sensor untuk gula.
Bandingkan struktur glukosamina dengan glukosa; perbedaannya hanya terletak pada gugus hidroksi (-OH) pada glukosa dan gugus amina (-NH2) dalam glukosamina. Kunci dari pengembangan biosensor untuk senyawa ini ialah gugus amino dari glukosamina dapat diprotonasi. Efek dari protonasi ini ialah pKa dari gugus amino terprotonasi sangat dekat dengan pH fisiologis 7.4, sehingga glukosamina dapat terprotonasi hingga batas deteksi dibawah kondisi dimana penelitian dapat dilakukan.
Molekul sensor yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah senyawa 1. Dua senyawa yang mirip (kontrol nya adalah 2 dan 3) penting untuk membuktikan asersi senyawa 1 bersifat spesifik terhadap glukosamin.
Pada molekul sensor 1, kita memiliki antrasen yang berwarna biru dan 3 jenis perubahan yang mengandung dua atom nitrogen pada bagian yang berbeda dari molekul (merah dan hijau). Agar antrasen dapat berfungsi, molekul merah dan hijau ini harus hilang. Bagaimana kedua molekul ini dibuang dan kenapa mereka hanya dapat dibuang oleh glukosamina? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat sistem cincin antrasen.
Sistem antrasen (biru) memiliki sifat fluorosen. Ini berarti ketika antrasen menyerap cahaya nir-UV pada panjang gelombang tertentu, antrasen akan memancarkan kembali cahaya pada panjang gelombang yang lebih besar. Ini dimngkinkan sistem ekstensif dari ikatan rangkap terkonjugasi (ikatan rangkap teralternasi dengan ikatan tunggal) dalam cincin antrasen. Dan sifat fluorosens inilah yang menjadi sinyal untuk biosensor. Pada molekul 1, 2, dan 3 fluorosensi 'dipuaskan' (mekanismenya tidak akan dijelaskan disini) dengan interaksi dari elektron-elektron dalam cincin antrasen (elektron yang terlibat dalam fluorosensi) dengan pasangan elektron bebas dari nitrogen. Senyawa 2 dan 3 masing-masing memiliki satu nitrogen sebagai 'saklar mati'', senyawa 1 memiliki dua 'saklar'. Kunci dari biosensor ini adalah ketika pasanagan elektron bebas pada nitrogen terlibat dalam interaksi kimia lain, flourosensi antrasen tidak lagi terpuaskan, atau dalam kata lain molekul merah dan hijau dibuang dan fluorosensi teramati.
Glukosamina dapat membuang dua nitrogen dalam molekul 1 oleh interaksi spesifik dengan dua gugus reaktif dalam molekul, asam boronat dan eter mahkota, dan ketika dua saklar nitrogen dibuang (molekul merah dan hijau) maka antrasen dapat berflurosensi. Gugus diol proksimal dari glukosamina berinteraksi dengan gugus asam boronat, dan gugus amina dari glukosamina berinteraksi dengan gugus eter mahkota. Molekul yang mirip, glukosa, mamu berinteraksi dengan gugus asam boronat namun karena tidak memiliki gugus amina, maka glukosa tidak akan bereaksi dengan gugus eter mahkota. Pertama-tama mari lihat interaksi dengan gugus asam boronat.
Asam boronat (senyawa dengan struktur umum RB(OH)2, dimana R adalah gugus apapun) sernig digunakan oleh kimiawan untuk berinteraksi dengan beberapa jenis diol- senyawa yang memiliki 2 gugus OH proksimal.
Dapat dilihat baik glukosa maupun glukosamina mengan gugus OH proksimal pula. Ketika senyawa 1 dan 3 diperlakukan dengan glukosa dalam bentuk larutan, gula akan bereaksi dengan gugus asam boronat baik di 1 maupun 3. Pada kedua kasus, ternyata kedua reaksi memperkuat interaksi asam-basa Lewis antara boron dan nitrogen di bagian merah sehingga nitrogen pada bagian merah tidak tersedia untuk menciptakan fluorosensi antrasen. Hasilnya ialah ketika senyawa 3 digunakan sebagai sensor, antrasen akan 'menyala' ketika glukosa bereaksi dengan gugus asam boronat. Namun, senyawa 1 memiliki nitrogen kedua (hijau) yang dapat memuaskan fluorosens fluorosens antrasen, dan ini tidak dipengaruhi oleh reaksi dari glukosa dengan asam boronat. Karena inilah, senyawa 3 berfluorosens dengan kehadiran glukosa, tapi senyawa 1 tidak.
Saklar nitrogen kedua dalam senyawa 1 ialah bagian dari 'eter mahkota-aza' (hijau). Eter mahkota-aza (EMA) diketahui dapat mengikat ion amonium (senyawa dengan benuk RNH3+ , dimana R adalah gugus apapun), dan interaksi yang menyebabkan pengikatan ini adalah ikatan hidrogen dari proton dalam ion amonium dengan pasangan elektron bebas dari EMA. Sebagai catatan, pengikatan ini melibatkan pasangan elektron bebas dari nitrogen, selain itu pada pH fisiologis, fraksi signifikan dari glukosamina tetap ada sebagai ion amonium.
Sehingga ketika senyawa 1 mengikat glukosamina, pasangan elektron bebas dari kedua nitrogen menjadi 'terikat', pemuasan fluorosens oleh kedua pasangan elektron bebas nitrogen dihilangkan, antrasen akan menyala. Seperti dijelaskan diatas, ketika senywa 1 mengikat glukosa, pasangan elektron bebas dari nitrogen dalam gugus eter mahkota tetap tidak terafiliasi. Hasilnya : senyawa 1 berfluorosensi ('menyala') hanya ketika glukosamina telah terikat.
Kenapa biosensor? Contoh yang telah umum adalah deteksi insulin dan glukosa dalam darah menggunakan alat digital. Alat digital ini yang kemudian dapat dikembangkan menjadi alat medis. Sinyal elektrik yang dihasilkan dari konsentrasi dalam darah dapat disambungkan kepada suatu pompa insulin kecil yang menyediakan kadar insulin yang tepat untuk jumlah glukosa yang ada dalam darah. Jadi secara tidak langsung ini dapat menjadi sebuah pankreas artifisial. Pengembangan biosensor lah yang dapat memberikan suatu pengembangan pula terhadap alat alat penunjang kehidupan manusia lainnya yang sifatnya krusial. Namun pengembangan ini pulalah yang menjadi maslah, karena biosensor harus bersifat sangat spesifik terhadap suatu molekul substrat yang didesain untuk dideteksi, atau dalam kata lain, tidak bereaksi dengan molekul lainnya.
Terdapat banyak sekali jurnal penelitian yang berkisar tentang biosensor, dan mulai menjadi topik hangat penelitian di tahun-tahun sekarang. Namun ilustrasi yang tepat dapat diberikan oleh Tony James dan Christopher Cooper di Universitas Birmingham. Penelitian mereka adalah tentang sensor untuk gula.
Bandingkan struktur glukosamina dengan glukosa; perbedaannya hanya terletak pada gugus hidroksi (-OH) pada glukosa dan gugus amina (-NH2) dalam glukosamina. Kunci dari pengembangan biosensor untuk senyawa ini ialah gugus amino dari glukosamina dapat diprotonasi. Efek dari protonasi ini ialah pKa dari gugus amino terprotonasi sangat dekat dengan pH fisiologis 7.4, sehingga glukosamina dapat terprotonasi hingga batas deteksi dibawah kondisi dimana penelitian dapat dilakukan.
Molekul sensor yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah senyawa 1. Dua senyawa yang mirip (kontrol nya adalah 2 dan 3) penting untuk membuktikan asersi senyawa 1 bersifat spesifik terhadap glukosamin.
Pada molekul sensor 1, kita memiliki antrasen yang berwarna biru dan 3 jenis perubahan yang mengandung dua atom nitrogen pada bagian yang berbeda dari molekul (merah dan hijau). Agar antrasen dapat berfungsi, molekul merah dan hijau ini harus hilang. Bagaimana kedua molekul ini dibuang dan kenapa mereka hanya dapat dibuang oleh glukosamina? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat sistem cincin antrasen.
Sistem antrasen (biru) memiliki sifat fluorosen. Ini berarti ketika antrasen menyerap cahaya nir-UV pada panjang gelombang tertentu, antrasen akan memancarkan kembali cahaya pada panjang gelombang yang lebih besar. Ini dimngkinkan sistem ekstensif dari ikatan rangkap terkonjugasi (ikatan rangkap teralternasi dengan ikatan tunggal) dalam cincin antrasen. Dan sifat fluorosens inilah yang menjadi sinyal untuk biosensor. Pada molekul 1, 2, dan 3 fluorosensi 'dipuaskan' (mekanismenya tidak akan dijelaskan disini) dengan interaksi dari elektron-elektron dalam cincin antrasen (elektron yang terlibat dalam fluorosensi) dengan pasangan elektron bebas dari nitrogen. Senyawa 2 dan 3 masing-masing memiliki satu nitrogen sebagai 'saklar mati'', senyawa 1 memiliki dua 'saklar'. Kunci dari biosensor ini adalah ketika pasanagan elektron bebas pada nitrogen terlibat dalam interaksi kimia lain, flourosensi antrasen tidak lagi terpuaskan, atau dalam kata lain molekul merah dan hijau dibuang dan fluorosensi teramati.
Glukosamina dapat membuang dua nitrogen dalam molekul 1 oleh interaksi spesifik dengan dua gugus reaktif dalam molekul, asam boronat dan eter mahkota, dan ketika dua saklar nitrogen dibuang (molekul merah dan hijau) maka antrasen dapat berflurosensi. Gugus diol proksimal dari glukosamina berinteraksi dengan gugus asam boronat, dan gugus amina dari glukosamina berinteraksi dengan gugus eter mahkota. Molekul yang mirip, glukosa, mamu berinteraksi dengan gugus asam boronat namun karena tidak memiliki gugus amina, maka glukosa tidak akan bereaksi dengan gugus eter mahkota. Pertama-tama mari lihat interaksi dengan gugus asam boronat.
Asam boronat (senyawa dengan struktur umum RB(OH)2, dimana R adalah gugus apapun) sernig digunakan oleh kimiawan untuk berinteraksi dengan beberapa jenis diol- senyawa yang memiliki 2 gugus OH proksimal.
Dapat dilihat baik glukosa maupun glukosamina mengan gugus OH proksimal pula. Ketika senyawa 1 dan 3 diperlakukan dengan glukosa dalam bentuk larutan, gula akan bereaksi dengan gugus asam boronat baik di 1 maupun 3. Pada kedua kasus, ternyata kedua reaksi memperkuat interaksi asam-basa Lewis antara boron dan nitrogen di bagian merah sehingga nitrogen pada bagian merah tidak tersedia untuk menciptakan fluorosensi antrasen. Hasilnya ialah ketika senyawa 3 digunakan sebagai sensor, antrasen akan 'menyala' ketika glukosa bereaksi dengan gugus asam boronat. Namun, senyawa 1 memiliki nitrogen kedua (hijau) yang dapat memuaskan fluorosens fluorosens antrasen, dan ini tidak dipengaruhi oleh reaksi dari glukosa dengan asam boronat. Karena inilah, senyawa 3 berfluorosens dengan kehadiran glukosa, tapi senyawa 1 tidak.
Saklar nitrogen kedua dalam senyawa 1 ialah bagian dari 'eter mahkota-aza' (hijau). Eter mahkota-aza (EMA) diketahui dapat mengikat ion amonium (senyawa dengan benuk RNH3+ , dimana R adalah gugus apapun), dan interaksi yang menyebabkan pengikatan ini adalah ikatan hidrogen dari proton dalam ion amonium dengan pasangan elektron bebas dari EMA. Sebagai catatan, pengikatan ini melibatkan pasangan elektron bebas dari nitrogen, selain itu pada pH fisiologis, fraksi signifikan dari glukosamina tetap ada sebagai ion amonium.
Sehingga ketika senyawa 1 mengikat glukosamina, pasangan elektron bebas dari kedua nitrogen menjadi 'terikat', pemuasan fluorosens oleh kedua pasangan elektron bebas nitrogen dihilangkan, antrasen akan menyala. Seperti dijelaskan diatas, ketika senywa 1 mengikat glukosa, pasangan elektron bebas dari nitrogen dalam gugus eter mahkota tetap tidak terafiliasi. Hasilnya : senyawa 1 berfluorosensi ('menyala') hanya ketika glukosamina telah terikat.
sumber : disini
Posting Komentar