Aktivitas dan pola konsumsi manusia seringkali menghasilkan sampah. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis, material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sampah anorganik dan sampah organik. Sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis sehingga penghancurannya membutuhkan penanganan lebih lanjut, contohnya adalah kertas, kayu, logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dan kain perca. Sedangakan sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang bisa terurai secara alami, contohnya adalah sisa makanan, sisa sayuran, rempah-rempah, kulit buah-buahan, sisa ikan dan daging, serta sampah kebun.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, volume sampah juga tidak pernah menyusut. Sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna. Selama ini, kebanyakan masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir, yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Padahal sampah yang menggunung di TPA berpotensi melepaskan gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan manusia.
Pada zaman sekarang ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia sedang mengalami krisis energi (bahan bakar). Berbagai macam cara dilakukan oleh semua negara untuk menjamin pasokan energi bagi negaranya masing-masing, antara lain dengan cara membuat bahan bakar alternatif. Dalam hal ini bahan baku untuk membuat energi alternatif itu berasal dari sampah organik, yang kemudian dijadikan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM.
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur ulang sampah organik melalui cara perlakuan panas bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau memanaskan, menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator, hingga dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM. Pada proses daur ulang sampah organik yang menerapkan proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tidak hanya menghasilkan produk berharga, namun juga menyelesaikan masalah sampah dan memberikan peluang pendapatan bagi mereka yang mau mengelolanya.
Pengenalan energi altenatif bioetanol merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kebutuhan BBM di Indonesia saat ini mencapai 215 juta liter per hari. Sedangkan yang diproduksi di dalam negeri hanya 178 juta liter per hari. Karena itu, kekurangannya sekitar 40 juta liter per hari harus diimpor.
Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang biaya produksinya sama atau bahkan cenderung lebih murah dibandingkan dengan bensin tanpa subsidi. Pada produksi bioetanol berkapasitas 60 kiloliter per hari, biaya pokok produksinya Rp 2400. Sementara itu, dengan harga minyak mentah mendekati 60 dollar AS per barrel, biaya pokok produksi BBM meningkat mendekati Rp 4000 per liter. Rendahnya biaya produksi bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.
Etanol (etil alkohol) merupakan senyawa hidrokarbon dengan gugus hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Bioetanol (C2H5OH) adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol (FGE).
Pembuatan bioetanol membutuhkan limbah pasar segar seperti sayuran dan buah segar yang dibuang dan dikumpulkan menjadi satu. Sampah kemudian dihancurkan dengan mesin giling sehingga dihasilkan cairan sampah organik yang kemudian difermentasikan selama 7 hari. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Destilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 780C, sedangkan air adalah 1000C. Dengan memanaskan larutan hasil fermentasi tersebut pada suhu rentang 78-1000C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume. Pemanasan dan penyulingan model baru menggunakan pipa spiral pada suhu 80-900C akan menghasilkan bioetanol dengan kadar 70-80%. Bioetanol ini dapat langsung digunakan sebagai pengganti minyak tanah berkalori tinggi sepanas gas elpiji, dan lain-lain.
Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari bensin sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti metil tersier butil eter dan tetra etil lead. Kedua bahan aditif tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada bensin. Angka oktan merupakan acuan untuk mengukur kualitas dari bensin yang digunakan sebagai bahan bakar motor. Makin tinggi angka oktan, maka makin rendah kecenderungan bensin untuk terjadi knocking. Bila angka oktan tidak memadai, maka ketukan yang terjadi dapat merusak mesin atau mengurangi kinerja dan efisiensi mesin.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai oktan agar dapat meningkatkan efisiensi mesin adalah dengan penambahan naphtalene pada bensin. Naphtalene merupakan suatu larutan kimia yang memberikan pengaruh positif untuk meningkatkan angka oktan dari bensin. Naphtalene adalah rangkaian hidrokarbon jenis aromatik, bahkan dapat disebut poliaromatik dengan struktur kimia berbentuk cincin benzena yang bersekutu dalam satu ikatan atau dua orto lingkaran benzena dimana pada proses penggabungan tersebut kehilangan 2 atom C dan 4 atom H sehingga rumus kimianya menjadi C10H8. Secara fisik, naphtalene merupakan zat yang berbentuk keping kristal, mudah menguap dan menyublim serta tak berwarna, umumnya berasal dari minyak bumi atau batu bara. Karena bentuk struktur kimia naphtalene serta sifat kearomatisan tersebut maka naphtalene seperti halnya benzena, mempunyai sifat antiknock yang baik. Oleh karena itu, penambahan naphtalene pada bensin akan meningkatkan mutu antiknock dari bensin tersebut sehingga dapat menjaga efisiensi dan ketahanan mesin.
Oleh sebab itu, diharapkan masyarakat dapat mengolah sampah dengan baik agar dapat dijadikan bioetanol. Bioetanol ini dapat dijadikan bahan bakar alternatif pengganti BBM sehingga masyarakat tidak harus selalu bergantung pada BBM yang semakin lama semakin langka keberadaannya.
Sumber : disini
Posting Komentar