Home » » BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH (WASTE COOKING OIL) SEBAGAI SOLUSI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH (WASTE COOKING OIL) SEBAGAI SOLUSI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

Written By ThoLe on Senin, 29 November 2010 | 16.47

Permintaan kebutuhan akan bahan bakar sebagai sumber penghasil energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada periode jangka menengah (2002-2010) diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan pada periode berikutnya (2010-2020), permintaan naik menjadi 106 juta bph dengan pertumbuhan sebesar 17 juta bph. Pada tahun 2025, permintaan minyak mentah dunia masih akan meningkat hingga 115 juta bph dengan pertumbuhan sebesar 9 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,7% pertahun pada periode 2010-2025. Meskipun permintaan minyak dunia masih didominasi oleh negara-negara maju, tetapi hampir 75% dari kenaikan sebesar 38 juta bph selama periode 2002-2025 tersebut diserap oleh negara-negara berkembang. Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan energi tersebut masih mengandalkan sumber daya alam tak terbarukan yaitu energi fosil. Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi bahan bakar minyak dan gas serta memiliki beberapa cadangan minyak yang tersebar baik di darat maupun di lepas pantai. Namun sumber bahan bakar ini terbatas jumlahnya, sehingga pada suatu saat akan habis dan Indonesia tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sumber bahan bakar alternaif yang dapat menggantikan posisi dari sumber energi fosil tersebut.
Pada saat ini penelitian-penelitian guna mencari dan mendapatkan sumber energi terbarukan (renewable energy) tersebut sudah banyak dilakukan. Salah satu hasil yang mememuaskan dari penelitan tersebut adalah sumber energi hayati, biodiesel. Biodiesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati. Biodiesel ini dapat dibuat dari beberapa bahan baku yang pada awalnya dikembangkan dari minyak biji kanola (Brassica napus). Lalu pada perkembangannya digunakan dari minyak kelapa sawit, minyak biji jarak (Jatropha curcas) sampai pada minyak jelantah (waste cooking oil). Minyak jelantah adalah limbah dari proses menggoreng, bila ditinjau dari komposisi kimianya minyak jelantah mengandung senyawa kimia yang bersifat karsinogenik (dapat memicu terjadinya kanker) yang terbentuk selama proses penggorengan. Sehingga penggunaan minyak jelantah secara berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menyebabkan kanker dan akibat selanjutnya akan menurunkan kecerdasan generasi muda yang mengkonsumsinya. Maka langkah penanganan minyak jelantah ini sangat tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel karena akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan serta menambah manfaat yang ada dari minyak jelantah tersebut. Oleh karena itu sangatlah cocok untuk menjadikan biodiesel dari minyak jelantah sebagai solusi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Minyak jelantah dapat dijadikan bahan baku biodiesel karena merupakan minyak nabati turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan melakukan pretreatment yang dilakukan guna menurunkan bilangan asam pada minyak jelantah. Tahapan perlakuan tersebut yaitu, pertama pemurnian dari pengotor-pengotor sisa penggorengan dan water content. Kedua, esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acid) yang terdapat dalam minyak jelantah. Ketiga, trans esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester dan keempat, pemisahan dan pemurnian.
Reaksi kimia proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester menggunakan senyawa organik methanol adalah sebagai berikut:


Pembuatan Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan yang memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Vicente et al. 2006) dan menurut Darnoko et al. (2000) biodiesel merupakan monoalkil ester yang dihasilkan dari minyak alami terbarukan. Metil ester atau etil ester merupakan senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada suhu ruang (titik leleh antara 40-180 C), titik didih rendah dan tidak korosif. Spesifikasi biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2006 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Spesifikasi biodiesel
Parameter
Satuan
Nilai
Masa jenis pada suhu 40º
Kg/m3
850-890
Viskositas kinematik pada 40º
Mm2/s (cst)
2,3-6,0
Angka setana
Min 51
Titik nyala (mangkok tertutup)
oC
Min 100
Titik kabut
oC
Maks 18
Korosi lempeng tembaga(3 jam pada suhu 50º)
Maks no.3
Residu karbon
Dalam contoh asli
Dalam 10% ampas distilasi
%-massa
Maks 0,05
Maks 0,30
Air dan sedimen
%-vol
Maks 0,05
Temperatur distilasi 90%
oC
Maks 360
Abu tersulfatkan
%-massa
Maks 0,02
Belerang
Ppm-m (kg/mg)
Maks 100
Fosfor
Ppm-m (kg/mg)
Maks 10
Angka asam
Mg-KOH/g
Maks 0,08
Gliserol bebas
%-massa
Maks 0,02
Gliserol total
%-massa
Maks 0,24
Kadar ester alkil
%-massa
Min 96,5
Kadar iodium
%-massa( g-12 /100g)
Maks 115
Uji harphen
Negatif
Proses pembuatan biodisel diawali dengan proses pretreatment yaitu dengan cara menyaring minyak jelantah dari sisa-sisa produk gorengan mengunakan saringan dari kasa dan dilakukan berulang kali dengan tingkatan mesh yang berbeda. Setelah itu diserap air yang ada dengan desikan, dapat berupa CaO, silika gel, CaCl2, dll. Setelah itu disaring kembali guna mendapatkan minyak jelantah tanpa desikan tersebut. Tahapan selanjutnya yaitu proses tansesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses reaksi senyawaan asam lemak bebas dengan methanol/ethnol (senyawaan gugus alkohol) menjadi ester. Untuk mempercepat terjadinya reaksi digunakan katalis yaitu KOH (kalium hidroksida) yang jumlahnya 1% dari jumlah trigliserida lalu dicampur dengan senyawaan dari gugus alkohol yaitu methanol atau ethanol dan dipanaskan pada suhu 58º-65º C agar terbentuk methil-ester/ethil-ester dari trigliserida yang terdapat dalam minyak jelantah. Bahan yang pertama kali dimasukan kedalam reaktor adalah minyak jelantah yang dipanskan hingga suhu 55º C. Reaktor sebaiknya dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk, agar saat dipanaskan minyak dapat diaduk sehingga menjadi homogen. Setelah mencapai suhu 63º C campuran methanol dan KOH dimasukan, maka reaksi transesterifikasi pun berjalan lalu dipanaskan pada suhu 130º C selama 10 menit. Setelah itu didinginkan secara bertahap sampai 55º yang bertujuan untuk mencuci produk dari bahan-bahan lain seperti gliserol dan metanol. Gliserol dapat dialirkan dari bawah karena perbedaan berat jenis dimana gliserol berada dilapisan bawah dari methil-ester. Sedangkan metanol dapat dialirkan lewat atas karena sifatnya yang mudah menguap dibandingakan gliserol dan metil ester. Pencucian dilakukan sampai tiga kali sampai didapat pH normal (6,8-7,2). Setalah dicuci dilakukan pengeringan yang menggunakan aluminium silikat 100% dan konsentrasi terbaik adalah 10% (Erliza Hambali et al. 2008). Berikut merupakan diagram alir pembuatan biodiesel.
Gambar 1. Proses pembuatan biodiesel




Penggunaan Biodiesel Pada Kendaraan Diesel
Beberapa keuntungan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah adalah bahan baku dapat diperbarui (renewable), emisi karbonnya rendah sehingga pemanasan global dapat dikurangi, selain itu dapat mengurangi penggunaan kembali minyak jelantah yang dapt membahayakan tubuh maunusia karena mengandung banyak kolesterol dan dpat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. berikut merupakan hasil analisis biodiesel dari minyak jelantah:
Tabel 2. Perbandingan biodiesel dengan solar
Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari
Minyak Jelantah
Sifat fisik
Unit
Hasil
ASTM Standar (Solar)

Flash point

°C
170
Min.100
Viskositas (40°C)
cSt.
4,9
1,9-6,5
Bilangan setana
-
49
Min.40

Cloud point

°C
3,3
-
Sulfur content
% m/m
<<>
0.05 max
Calorific value
kJ/kg
38.542
45.343
Density (15°C)
Kg/l
0,93
0,84
Gliserin bebas
Wt.%
0,00
Maks.0,02
Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari tabel tersebut masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%; sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan
Gambar 2. Diagram alir biodiesel
sumber : disini
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Xteknologi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger