Home » , » Styrofoam membantu atau merusak

Styrofoam membantu atau merusak

Written By ThoLe on Rabu, 18 Agustus 2010 | 03.38

Styrofoam yang memiliki nama lain polystyrene , Begitu banyak digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari hari. Begitu Styrofoam diciptakan pun langsung marak digunakan di Indonesia. Banyak keunggulan pada styrofoam yang yang akan sangat menguntungkan bagi para penjual makanan seperti tidak mudah bocor, praktis dan ringan sudah pasti lebih disukai sebagai pembungkus makanan mereka. Bahkan kita tidak dapat dalam satu hari saja tidak menggunakan bahan polimer sintetik.


Styrofoam adalah sampah yang paling sulit hancur oleh tanah, selain itu juga bisa menjadi media untuk timbulnya penyakit.
Sayangnya sampai saat ini angka pemakaian bahan buatan Dow Chemical Company ini makin terus membengkak di Indonesia. Bahkan, pemakaian styrofoam bukan hanya mendominasi kalangan industri besar saja. Banyak industri kaki lima saat ini sudah menggunakan styrofoam sebagai pembungkus produk.
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kebiasaan buruk ini. Bisa dimulai dari mengurangi membeli bahan-bahan perlengkapan kehidupan yang menggunakan styrofoam. Bila sulit membedakan jenisnya, bisa dilihat dari kode yang biasanya distempel pada produk. Apabila kode bahan daur ulang yang ditandai dengan tanda panah berbentuk segitiga ada kode angka enam, berarti polystyrene yang merupakan bahan utama styrofoam ada di produk tersebut. Hindari membeli barang seperti ini.
Tolak juga warung-warung makanan, atau toko makanan, gerai-gerai, kafe, tempat nongkrong yang masih memakai styrofoam sebagai pembungkus. Tindakan tersebut paling tidak dapat memicu manajer operasional mengubah kebijakannya, ketimbang kehilangan pelanggan.
Polystyrene adalah sebuah dengan monomer, sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumiPada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Stirena tergolong senyawa aromatik.Polistirena pertama kali dibuat pada 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker Jerman. Ketika mengisolasi zat tersebut dari resin alami, dia tidak menyadari apa yang dia telah temukan. Seorang kimiawan organik Jerman lainnya, Hermann Staudinger, menyadari bahwa penemuan Simon terdiri dari rantai panjang molekul stirena, yang adalah sebuah polimer plastik.Polistirena padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Polistirena jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Polistirena murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses . Polistirena banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Peralatan rumah tangga yang terbuat dari polistirena, a.l: sapu, sisir, baskom, gantungan baju, ember.Tetapi dibalik semua keunggulan styrofoam itu dapat menimbulkan kerugian yang sangat merugikan bagi manusia dan alam. Bila ditinjau dari faktor alam atau lingkungan sudah kita semua tahu kalau styrofoam sangat berbahaya karena bila sampahnya terus menumpuk dan tidak ada upaya untuk mendaur maka akan dapat menimbulkan timbunan sampah yang sulit unutk diurai. Walaupun faktanya sudah banyak pengrajin yang menggunakan styrofoam sebagai bahan utamanya untuk diolah lebih lanjut tetapi jumlah sampah styrofoam tetap saja masih meningkat setiap harinya. Bila sampah styrofoam yang mengalir ke arah laut maka sudah tentu biota laut akan terganggu ekosistemnya karena styrofoam akan bereaksi dengan air laut dan menyebabkan biota laut terganggu kehidupannya.
Dampak yang lainnya adalah bagi kesehatan manusia, kandungan yang terdapat pada styrofoam seperti benzen, carsinogen, dan styrene akan bereaksi dengan cepat begitu makanan dimasukkan kedalam styrofoam. Uap panas dari makanan akan memicu rekasi kimia ini terjadi lebih cepat, misalnya saja zat benzen yang bila sudah bereaksi dan masuk kedalam tubuh dan masuk kedalam jaringan darah dan terakumulasi selama bertahun tahun akan menimbulkan kerusakan pada sum sum tulang belakang, menimbulkan anemia dan bahkan mengurangi produksi sel darah merah yang sangat dibutuhkan tubuh untuk mengankut saripati makana dan oksigen ke seluruh tunuh.
Bila jumlah sel darah merah kita semakin berkurang akibat dari reaksi styrofoam ini maka tubuh kita akan mengalmai beberapa gejala yang kurang wajar. Lalu zat yang tidak kalah bahayanaya adalah carsinogen yang dapat mengakibatkan kanker, carsinoge akan lebih berbahaya bila pemakai wadah styrofoam atau plastik digunakan berulang ulang karena carsinogen mudah larut. Lalu styrene pada penelitian di New Jersey ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang mengandung. Terpapar dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia.
Sebenarnya banyak pencegaham yang dilakukan para pedagang atau penjual makanan , salah satunya adalah dengan melapisi styrofoam dengan plastik transparan. Sebenarnya hal ini akan menambah jumlah reaksi zat kimia yang terjadi pada pengemasan makanan bertambah banyak, karena plastik juga bahan yang berbahaya untuk pembungkus makanan, jadi langkah ini dianggap kurang cocok untuk mengurangi bahaya styrofoam. Jadi antisipasi yang dapat kita lakukan untuk mengurangi bahaya syrofoam bagi kesehatan kita adalah dengan membawa sendiri wadah yang akan kita gunakan untuk membungkus makanan dan segeralah pindahkan makanan yang sudah dibungkus dengan styrofoam kedalam wadah yang lenih aman sepeti piring kaca atau mangkuk kaca. Setelah itu kumpulkan bahan pembungkus makanan styrofoam ini agar nantinya dapa di daur ulang.

Jika sudah telanjur memiliki styrofoam, sebaiknya disimpan baik-baik. Usahakan membuang styrofoam setelah dipikir masak-masak tak ada kegunaannya lagi. Pertim­bangkan kembali fungsi baru dari sampah styrofoam. Banyak kreasi yang bisa dilakukan. Misalnya dengan memanfaatkan styrofoam untuk mainan anak.
Styrofoam bisa juga dipakai sebagai pot bunga. Selain bisa berguna menumbuhkan tanaman, pot styrofoam juga bisa dibentuk dan diwarnai sesuai dengan keinginan.

Pertimbangkan masak-masak bila ingin membakar styrofoam. Sebab, styrofoam mengandung bahan Chlorofluoro­carbon (CFC) di dalamnya. Bahan CFC tersebut akan ikut terbakar dan melayang di angkasa. Terlalu banyak CFC di muka bumi ini bisa merusak lapisan ozon di atmosfer bumi.
Langkah lain yang bisa dilakukan adalah mencari orang atau korporat atau lembaga yang mau membeli sampah styrofoam tersebut.

Dan oleh Adrienne Trinovia Sulistyo dan Vici Riyani Tedja, siswi grade XII IPA SMU Santa Laurensia, Alam Sutra, Tangerang, berhasil dihancurkan pada penelitian mereka yang berjudul "Pengolahan Limbah Styrofoam Melalui Proses Kimiawi Sulfonasi dan Proses Biologi Tradisional dengan Ekstrak Kulit Jeruk".

Ringkasnya, penelitian mereka berhasil membuktikan bahwa kulit jeruk dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan sampah dari bahan Styrofoam. Hebatnya, ini bisa dilakukan tanpa teknologi yang rumit.

Kedua siswi ini juga menemukan cara lain untuk mengolah Styrofoam menjadi materi yang lebih mudah diurai alam lewat proses sulfonasi. Dengan cara kedua ini, Styrofoam diubah menjadi serbuk polimer sodium polystyrene sulphonate (PSSNa).

Penelitian kedua gadis 17 tahun itu berawal dari keprihatinan mereka melihat masih maraknya penggunaan polystyrene, yang lebih populer di masyarakat umum sebagai Styrofoam, untuk membungkus barang dan makanan serta produk lainnya. "Repotnya, setelah selesai digunakan, polystyrene itu dibuang, jadi sampah," kata Vici.

Pengamatan Adrienne dan Vici terhadap beberapa rumah makan dan perusahaan pembungkus makanan di Jakarta dan Yogyakarta menemukan bahwa pemakaian kemasan makanan dari Styrofoam bisa mencapai ratusan kotak tiap hari. Satu restoran saja bisa memiliki tumpukan Styrofoam sampai 120-130 meter kubik.

Banyaknya sampah kemasan makanan ini menjadi masalah karena Styrofoam bukan barang yang bisa didaur ulang, seperti gelas, kertas, atau metal, yang dapat didaur ulang menjadi material mentah untuk dibuat kembali menjadi barang serupa. Yang tidak kalah penting, Styrofoam tidak bio-degradable atau tidak bisa hancur oleh mikroorganisme di udara dan di dalam tanah. "Styrofoam itu sampah bandel. Kalau dibuang, ia akan tetap seperti itu sampai jutaan tahun," katanya.

Selama ini metode yang digunakan untuk mengurangi sampah Styrofoam adlah pembakaran lewat incinerator. Padahal pembakaran Styrofoam dapat menghasilkan gas karbon dioksida dan bahkan gas karbon monoksida yang sangat berbahaya bagi sistem pernapasan manusia. "Belum ada cara yang aman, efektif, dan mudah untuk memecahkan masalah menumpuknya sampah Styrofoam yang tidak bisa hancur tersebut," ujar Vici.

Di bawah bimbingan tim guru dari Santa Laurensia, keduanya melakukan penjelajahan literatur, termasuk dari Internet, dan beberapa percobaan di laboratorium untuk melakukan pengujian. Temuan pertama mereka, ekstrak kulit jeruk ternyata dapat melumerkan Styrofoam karena kulit jeruk mengandung zat yang disebut d-limonene.

Selama ini d-limonene, yang terdapat di hampir seluruh jenis jeruk, sudah sering dimanfaatkan sebagai cairan pembersih dan pelarut. D-limonene terbukti efektif menyingkirkan minyak, oli, gemuk, lilin parafin, dan lainnya. "Tapi pemanfaatannya sebagai pelarut sampah bahan polystyrene belum pernah ada," kata Adrienne.

Dalam percobaan mereka, Vici dan Adrienne menghaluskan kulit jeruk dalam blender dan memerasnya untuk mengeluarkan ekstrak yang mengandung d-limonene. Cairan ekstrak kulit jeruk ini dipakai untuk merendam Styrofoam yang sudah dipotong kecil-kecil sepanjang 3 sentimeter. Selama perendaman, potongan Styrofoam terus diaduk. "Hasilnya, potongan Styrofoam perlahan mengecil sampai akhirnya lumer dan air ekstrak menjadi kental," ujar Adrienne.

Pada saat lumer itulah Styrofoam aman dibuang dan dapat diurai oleh mikroorganisme tanah atau udara karena sudah berada dalam kondisi molekul rendah. Penggunaan ekstrak kulit jeruk juga tidak menyebabkan polusi bagi lingkungan karena berasal dari sumber alami. "Kulit jeruk yang sebenarnya termasuk sampah juga mudah didapat karena merupakan by-product atau produk sampingan dari industri atau konsumsi jeruk," katanya. "Jadi kita mengatasi sampah dengan sampah."

Kedua gadis ini juga mengembangkan cara lain untuk menghancurkan sampah Styrofoam, yaitu memakai proses kimiawi. Dalam proses yang disebut sulfonasi ini, Styrofoam yang sudah dipotong-potong dicampur dengan klorofom dan asam sulfur. Campuran ini didiamkan selama dua jam dalam suhu 45 derajat Celsius sampai berubah menjadi larutan PSSNa. Lewat proses pemisahan dan netralisasi memakai sodium hidroksida (NaOH), larutan ini akan menghasilkan serbuk polimer setelah dikeringkan.

Walaupun lebih rumit, metode pengolahan Styrofoam secara kimiawi ini bukan hanya agar aman dibuang, tapi juga menghasilkan produk dengan nilai tambah yang tinggi. "Serbuk polimer PSSNa yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan super-plastifier dalam industri semen, sebagai bahan polimer dalam pemrosesan air bersih, dan lainnya," kata Adrienne.



sumber disini, disini dan disini
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Xteknologi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger