Home » , , » energi dari sampah

energi dari sampah

Written By ThoLe on Sabtu, 14 Agustus 2010 | 21.29


Sampah, waste, atau garbage merupakan bahan sisa. Penanganan sampah sebenarnya membutuhkan manajemen yang terpadu dari pemerintah kota (pemkot) sampai masyarakat. Membebankan pengelolaan sampah hanya pada pemkot tentu juga tidak adil. Bagaimanapun sampah adalah sisa dari kegiatan masyarakat. Sebagian besar sampah di Indonesia bahkan berasal dari sisa kegiatan rumah tangga.

Karakteristik sampah.
Sampah bisa digolongkan menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik seperti plastik dan logam tidak dapat diolah dengan cara memanfaatkan aktivitas organisme hidup lainnya. Sehingga sampah anorganik juga disebut sebagai non-biodegradable waste. Beberapa jenis sampah yang termasuk organik atau biodegradable waste adalah sisa makanan, tumbuhan, hewan, kertas, plastik jenis biodegradable, manure/kompos, dan sewage/liquid waste [*]. Gambar di bawah menunjukkan jenis/komposisi sampah.

Gambar. Komposisi sampah (*)
Teknologi pengolahan sampah.
Sebelum membahas teknologi pengolahan sampah, ada baiknya masyarakat juga dilibatkan dalam peran serta pengolahan sampah. Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan oleh mayarakat.
  1. Meminimalisasi bahan-bahan yang akhirnya hanya terbuang menjadi sampah. Contoh sederhananya adalah budaya menghabiskan makanan.
  2. Menggunakan kembali (re-use) bahan bahan yang sedianya mau dibuang tetapi sebenarnya masih bisa dimanfaatkan kembali. Contoh sederhananya adalah menyimpan kembali plastik yang sebenarnya bisa dipakai dikemudian hari.
  3. Melakukan daur ulang (re-cycling). Contoh sederhananya kertas sisa yang bisa dibuat sebagai mainan anak-anak. Buku-buku yang sudah tidak dipakai bisa dihibahkan di perpustakaan atau ‘diwariskan’.
  4. Mengolah sampah menjadi energi berguna dengan memanfaatkan sejumlah teknologi.
Untuk memperoleh teknologi pengolahan sampah yang optimum, maka pengetahuan akan karakteristik sampah di atas merupakan hal yang sangat pokok. Selain logam dan plastik dapat didaur ulang, sampah padat dan cair juga perlu dipisahkan. Pada tahap inilah peran serta masyarakat sangat diperlukan. Ada banyak penduduk yang akhirnya menggantungkan hidup dari kegiatan daur ulang sampah (pemulung). Apakah pekerjaan ini hanya ada di Indonesia ya? he..he..he…
Setelah pemisahan, maka teknologi pemisahan sampah dapat diterapkan.
  1. Untuk sampah bio dan cair, teknologi yang paling sederhana adalah dengan biogas digester. Hasil dari teknologi ini adalah sekitar 60% gas CH4 dan sisanya kompos. Sampah bio padat juga dapat dibuat pelet atau briket.
  2. Sampah bio padat dapat langsung dibakar dalam incinerator untuk menghasilkan panas dan listrik.
  3. Sampah bio padat dapat juga langsung dioleh dalam gasifikasi untuk menghasilkan panas (50-60%) dan listrik (30%).
  4. Sampah bio padat juga dapat diolah menjadi bahan bakar cair dengan teknik pirolisis.
    Sampah plastik dapat didaur ulang atau juga dapat dilakukan proses depolimerisasi. Tetapi plastik non degradable sendiri mempunyai banyak
    jenis. Prinsip dari daur ulang sampah plastik dapat dilihat di sini.
  5. Sampah logam dapat dipisahkan dari awal atau dengan pemisahan secara magnetik. Sampah logam kemudian dapat dilebur kembali untuk selanjutnya diolah menjadi bahan-bahan lain yang berguna.
Prospek sampah menjadi energi.
Kendala utama pengolahan sampah menjadi listrik adalah masih bersatunya sampah-sampah di Indonesia. Bercampurnya plastik dengan sampah bio misalnya sangat menghambat proses digester anaerobik, mengingat sampah plastik sangat sulit dioleh oleh jasad renik. Bercampurnya plastik juga mempersulit penanganan dalam pirolisis, gasifikasi dan incinerator karena sampah plastik mempunyai temperatur terurai yang berbeda dibandingkan bahan bio yang lain. Penggunaan temperatur operasi yang keliru dapat menyebabkan polusi yang berbahaya.
Bercampurnya sampah bio kering dan basah juga menyebabkan nilai kalor dari sampah menjadi turun. Sampah di Indonesia diperkirakan hanya mempunyai nilai kalor 1.000-2000 kkal/kg dan jauh dibawah LHV biomass yang 15-20 MJ/kg. Salah satu pendapat (opini: namun saya meragukannya) menyebutkan bahwa nilai kalor sampah di Indonesia adalah 3.000-4.000 kkal/kg.
Harga listrik dari sampah yang dapat dijual kepada PLN adalah Rp 400/kWh. Teknologi yang dijadikan rujukan oleh Indonesia adalah teknologi dari China. Pada bulan Desember 1998, China (Shanghai Pudong City Heat Energy) membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTsa) dengan kapasitas 35-40 MWh. Dengan nilai investasi 670 juta yuan (87 juta $) dapat mengolah sampah 1.100-1.200 ton sampah/hari [*]. Hitungan kasar ini adalah 1 ton sampah perhari menghasilkan listrik 31.8 kWh dengan biaya investasi 2.5 juta $ (Rp 24 M) per MWh atau 79 ribu $ per ton sampah.
Sampai disini terlihat bagaimana sampah sebenarnya akan menjadi salah satu bisnis masa depan. Selain teknologi, aspek ke-ekonomian, tentu peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat-sangat dibutuhkan untuk menciptakan kota/desa yang bersih.
Berikut beberapa fakta yang berhasil dikoleksi dari berbagai sumber.
  • Info sampah di Bandung.
  • Bank Dunia (BD) menyatakan komitmennya untuk mengalokasikan dana sebesar US$4 juta untuk membantu proyek pengolahan sampah dan mengurangi polusi gas metan di tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Tamangapa, Kota Makassar [*].
  • Jasa pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang saat ini senilai Rp52.500 per ton. Sehingga dengan usulan kenaikan tersebut, jasa pengelolaan sampah di lokasi itu akan naik menjadi Rp60.000 per ton [*].
  • Di sleman akan dikembangkan juga energi listrik dari sampah. Teknologi yang digunakan oleh investor untuk mengubah sampah menjadi energi listrik adalah teknologi yang ramah lingkungan yang disebut dengan Thermal Converter, dimana sampah diolah pada suhu 1700 oC sehingga menghasilkan uap yang dapat menggerakkan turbin yang pada akhirnya membangkitkan generator listrik. Terkait dengan keluaran berupa listrik tersebut investor juga akan menjalin kerjasama dengan PT. PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY [*]. Opini: temperatur operasi 1700oC rasanya sangat-sangat tinggi. Teknologi ini perlu diragukan setidaknya dari dua segi. pertama, apakah dengan sampah yang hanya punya nilai kalor 2000 kkal/kg dapat dihasilkan temperatur setinggi itu? Rasanya kok sulit sekali. Kedua, pada temperatur 1700oC banyak bahan-bahan termasuk logam yang mendekati titik leburnya dan tentunya teknologi ini menjadi tidak aman.
  • Di Bali teknologi pengolahan sampah 500 ton/hari diperlukan dana sekitar 20 juta $ dan kapasitas yang diharapkan sebesar 9.6 MW pada tahun 2008 [*]. Opini: Rencana dasar ini berbeda cukup signifikan dengan teknologi dari cina. 1 ton sampah menghasilkan 19.2 kWh (Bali) dan 31.8 kWh (China). Investasi pembangkit 1MWh dibutuhkan 2.1 juta $ (Bali) dan 2.5 juta $ (China).
  • Untuk mengolah sampah organik 1.000 ton/hari menjadi pupuk di TPST Duri Kosambi diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 13,25 M dengan lahan 40 ha. Sedangkan jumlah sampah di Jakarta adalah 5.000 ton/hari.
  • Sampah di Palembang adalah 2.500-3000 m3/hari. Rencananya diolah menjadi listrik 40 MWh [* atau *].
  • Jumlah sampah yang ada di Indonesia adalah 11.330 ton per hari dan diperkirakan dapat dikonversi menjadi listri sebesar 566.6 MWh [*].
sumber di sini
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Xteknologi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger